Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
The yellow-throated marten Martes flavigula is a wide-ranging species across much of Asia. It is active mainly during the day, is semi-arboreal and has an omnivorous diet. On Borneo, it has a wide elevation range, from coastal lowland to lower montane habitat of 1700 m a.s.l. Records from camera-trapping and other wildlife surveys imply a widespread distribution, but the species is encountered less frequently than in many other parts of its global range. We collected a total of 195 occurrence records from all political units of Borneo except South Kalimantan. To reduce possibly confounding effects of sampling bias on habitat suitability we used 56 records in a Balanced Model and 94 records in a Spatial Filtering Model. Respondents' opinions on habitat preference showed large variation, except for lowland and upland dipterocarp forests, which were consistently perceived as highly suitable; disturbed areas such as burnt forests and bare areas were perceived to be less favourable. The habitat suitability model predicted that the yellow-throated marten is widespread within Borneo, likely to occur in mosaics of lowland and upland forests, including old plantations and active logging areas; but unlikely to use young plantations and crops, perhaps including oil palm plantations. The effects of logging on yellow-throated marten are not well understood, yet the species's population size on Borneo will depend on how tree plantations and logging concessions are managed and harvested. More surveys above about 1200 m a.s.l., where information is still limited, would enable more confident habitat assessments. Further research could determine if the Bornean subspecies, M. f. saba, could be a cryptic species. Abstrak (Bahasa Indonesia). Musang Leher-Kuning Martes flavigula merupakan jenis yang tersebar luas, meliputi hampir semua benua Asia. Umumnya aktif di siang hari, semi-arboreal dengan sifat makan omnivorous. Di Borneo, kisaran ketinggian wilayah sebarannya sangat lebar, dari mulai pesisir dataran rendah hingga pegunungan dataran rendah pada ketinggian 1700 m dpl. Dari tingkat terekamnya lewat perangkap kamera dan survey lapang menunjukkan persebaran yang luas, namun cenderung terpantau dalam frekuensi yang rendah. Kami telah mengumpulkan 195 catatan keberadaan dari semua wilayah, terkecuali Kalimantan Selatan. Untuk menurunkan kesan pembauran akibat persampelan bias, 56 catatan dari Model Penyeimbang dan 94 catatan dari Model Spasial Tersaring digunakan dalam pemodelan kesesuaian habitat. Pendapat responden terhadap pemilihan habitat menunjukkan variasi yang lebar, terkecuali untuk wilayah hutan dipterocarpa dataran rendah dan tinggi, di mana secara konsisten mendapatkan penilaian yang tinggi; serta wilayah terganggu seperti hutan bekas terbakar dan area terbuka sebagai wilayah yang kurang diminati. Hasil pemodelan kesesuaian habitat kami memperkirakan bahwa persebaran Musang Leher-Kuning tersebar di seluruh Borneo, terlebih pada pilahan hutan di daerah dataran rendah dan tinggi, termasuk daerah dengan tumbuhan tua dan penebangan aktif; namun tidak begitu banyak dijumpai di wilayah dengan tumbuhan muda atau perkebunan, termasuk perkebunan sawit. Pengaruh dari penebangan hutan terhadap keberadaan Musang Leher-Kuning masih belum dipahami dengan baik di Borneo, keberadaanya tergantung dari bagaimana wilayah perkebunan dan kehutanan dikelola dan dipanen. Survey lebih lanjut dibutuhkan pada ketinggian diatas 1200 m dpl, dimana informasi masih jarang, sehingga pemodelan kesesuaian habitat dapat dilakukan dengan lebih meyakinkan. Kami juga mengidentifikasi perlunya penelitian lebih lanjut untuk menetapkan apakah anak jenis M. f. saba, dimana terekamnya lewat perangkap kamera lebih jarang dibandingkan dengan kisaran global, merupakan jenis yang kriptik. Abstrak (Bahasa Malaysia). Mengkira/Musang Leher-Kuning, Martes flavigula merupakan spesis yang tersebar luas yang boleh dijumpai di kebanyakan kawasan di benua Asia. Ia aktif pada waktu siang, separa arboreal dan bersifat omnivor. Di Borneo, ia boleh ditemui di pelbagai ketinggian, bermula dari hutan tanah pamah sehingga hutan tanah tinggi, pada paras ketinggian 1700 m dari aras laut. Kekerapan rekod yang diperoleh daripada perangkap kamera dan tinjauan lapangan menunjukkan ia mempunyai taburan yang meluas di Borneo, namun ditemui dalam frekuensi yang jauh lebih rendah berbanding kebanyakan kawasan lain di dunia. Kami telah mengumpulkan 195 rekod dari kesemua daerah politik di Borneo kecuali Kalimantan Selatan. Untuk mengurangkan kemungkinan kesan pembauran (confounding effects) akibat daripada persampelan yang tidak seragam terhadap kesesuaian habitat, kami menggunakan 56 rekod di dalam pendekatan Model Seimbang dan 94 rekod di dalam pendekatan model yang ditapis secara spasial. Pandangan daripada responden tentang kecenderungan pemilihan habitat menunjukkan variasi yang
2014 •
The research was conducted on June 2013 in mangrove forest of Marine Protected Areas (MPA), Pariaman city West Sumatra Province. The method of this research was survey method, which primary data were gotten on research area. This study aimed to find out of macrozoobenthos distribution in mangrove forest of Marine Protected Areas (MPA) Pariaman of West Sumatra. Macrozoobenthos sampling was carried out on sub-plot measuring 1m x 1m, which plot measuring 5m x 5m, as many as 5 plot where as sediment samples were taken at each station.Macrozoobenthos species were found in this area, those are Cerithidea anticipata, Neritodryas dubia, Neptunea decemcostata, Ellobium aurisjudae, Littoraria sp, Pitar manillae, Tapes literata, Geloina coaxans and Uca coarctata. Morisita distribution index of macrozoobenthos on three stations around 1.0469 to 1.0252. Morisita distribution index on every station are more than 1 (> 1), it means that distribution characteristic from into groups. Keywords: Par...
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
DISTRIBUSI SPASIAL, STATUS PEMANFAATAN, DAN UPAYA KONSERVASI PESUT MAHAKAM (Orcaella brevirostris) DI KALIMANTAN TIMUR2017 •
Penelitian dilakukan pada tahun 2004 - 2006 di Danau Semayang dan Muara Kaman (bagian dari Sungai Mahakam), Kalimantan Timur, melalui survei lapangan dan wawancara langsung dengan nelayan, masyarakat, dan Dinas Perikanan, Dinas Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebaran secara spasial, status pemanfaatan, dan upaya konservasi pesut Mahakam (Orcaella brevirostris). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa distribusi pesut Mahakam secara spasial terdapat di Muara Kaman, Muara Sungai Pela Kecil, muara Sungai Pela Besar, Danau Semayang, dan Danau Melintang. Pada saat ini, pesut Mahakam di Sungai Mahakam digunakan sebagai wisata air bagi turis domestik maupun luar negeri. Upaya konservasi pesut Mahakan dapat dilakukan melalui perlindungan habitat dari pencemaran dan pendangkalan, perlindungan suaka perikanan yang berfungsi untuk penyedia makanan alami serta meningkatkan peran aktif masyarakat agar turut menjaga kelestarian pesut. This stud...
2016 •
EGG LAYING BEHAVIOR OF MALEO BIRD (Macrocephalon maleo) AT MUARA PUSIAN NATURAL CONSER-VATION IN BOGANI NANI WARTA-BONE NATIONAL PARK, EAST DUMO-GA DISTRICT OF BOLAANG MONGON-DOW REGENCY Bogani Nani Wartabone National Park was conservation living area of the all flora and fauna species including maleo bird (Macrocephalon maleo) as the endemic bird in Sulawesi Island. Objective of this research was to study behavioral laying egg of maleo bird, temperature and hole deep of laying egg, total visitation of maleo bird at laying egg hole places and predator threat around laying egg hole places. Research was conducted by direct observation at the maleo habitat of laying egg holes place. Data obtained were analyzed descriptively to describe the facts and phenomena occurring at the bird habitat. Results showed that bird activities before laying egg at holes included digging the laying egg hole, laying egg in the hole, heaping up egg hole, digging false egg holes. Bird activities after laying...
Pesut or mahakam irrawaddy dolphin (Orcaella brevirostris) gets priority for conservation as it is a critically endangered species. To support its conservation, data and information about dolphin’s population are needed. The objectives of this study were: 1) to estimate number of individual, mortality and natality of dolphin; and 2) to identify and map out its distribution andrange of daily movement. The number of individual dolphin was estimated by using capture-mark-recapture methods based on photo-identification of dorsal fin. The dolphin’s mortality and natality data were collected through field observation and interview with relevant respondents. Daily movement distance was calculated based on movement trajectory of dolphin focal groups that were captured for 8-11 hours. Results showed that number of dolphinin 2012 was 92 individuals. Within time observation, six individuals died andfive individuals were born. Mean distance of daily movement was 27.3 km. This study found that the mahakam irrawaddy dolphin distribution in the Mahakam Riverwas shifted from the Muara Pahu-Penyinggahan to Pela-Muara Kaman as a core habitat.
Anggrek hitam (Coelogyne pandurata) yang merupakan anggrek endemik pulau kalimantan makin teranca, keberadaannya, terdapat banyak faktor yang menyebabkannya. Pengetahuan akan penyebab ancamannya adalah hal yg penting bagi penemuan cara untuk pelestariannya.
BKSDA Kaltim, WWF Indonesia, Perkumpulan Gajah Indonesia dan PLH Kaltara
Populasi, Distribusi dan Habitat Gajah Kerdil Borneo di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara - Indonesia (Brief)2019 •
Survei Gajah Kerdil Borneo dilakukan di Kecamatan Tulin Onsoi, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara mulai bulan Februari 2018 - Mei 2019. Ruang lingkup wilayah survei adalah di daerah Sungai Agison, Sibuda, Apan dan Tampilon di 34 grid (5 x 5 km2) total luas wilayah survei (850 km2). Dalam survei, jumlah jejak adalah 52 titik temuan dengan total 241 jejak. Kotoran gajah yang diidentifikasi dalam tumpukan kotoran (1 kali buangan) ada di 29 titik temuan dengan total 38 buangan (0,22 buangan per km). Berdasarkan DISTANCE 6.0 dan melibatkan rumus kepadatan populasi gajah dengan rasio defekasi dan rasio hilangnya kotoran standar, kepadatan populasi gajah di Tulin Onsoi adalah antara 0,03 - 0,04 / km2. Minimum convex polygon (MCP) - qHull. menunjukkan bahwa luas habitat gajah adalah 25.311,84 ha (253,12 km2) di Kecamatan Tulin Onsoi. Secara umum, kondisi habitat untuk lokasi tersebut adalah hutan sekunder tua (37%). Sementara itu, habitat lain yang termasuk dalam wilayah survei adalah hutan primer, semak belukar, perkebunan termasuk pertanian masyarakat dan jalan. Dalam strategi mengelola Gajah Kerdil Borneo, upaya untuk menstabilkan atau meningkatkan populasi adalah hal penting yang harus dilakukan. Suatu tindakan adalah untuk menghilangkan potensi ancaman seperti perburuan dan konflik gajah manusia.
Hiu martil (Sphyrna lewini Griffith & Smith, 1834) merupakan salah satu target tangkapan bagi perikanan artisanal di Indonesia. Dengan status konservasi masuk dalam Appendix II CITES, pengelolaan terhadap hiu martil telah menjadi perhatian khusus di bidang perikanan tangkap. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek parameter populasi hiu martil yang tertangkap di perairan selatan Nusa Tenggara pada periode Januari – Desember 2015. Data ukuran panjang dan jenis kelamin diperoleh di Tempat Pendaratan Ikan Tanjung Luar, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Analisis dilakukan secara deskriptif menggunakan perangkat lunak FiSAT II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 634 ekor hiu martil yang tertangkap didominasi oleh jenis kelamin betina dengan sebaran ukuran panjang total berkisar antara 81 – 320 cm (rerata 211,2 cm) dan jenis kelamin jantan berkisar antara 91 – 310 cm (rerata 176,9 cm). Dominasi kelompok hiu muda yang belum matang kelamin berpotensi terjadinya recruitment overfishing. Hiu martil mampu mencapai panjang asimtot 399 cm. Laju pertumbuhan dan mortalitas jenis hiu jantan lebih tinggi dibandingkan jenis betina. Populasi hiu martil telah mengalami kondisi tangkap lebih sehingga perlu adanya regulasi dan pengelolaan agar pemanfaatannya tetap lestari. Kata Kunci: Hiu martil; Sphyrna lewini; parameter populasi; eksploitasi; Tanjung Luar
Estupro: Jornadas Internacionales. Mitos antiguos y violencia moderna. Homenaje a Franca Rame.
Ida Ramundo, donna bambina versus donna madre in La Storia di Elsa Morante2014 •
Journal of Applied and Natural Science
Diagnostic features of three nymphal instars of Sturnidoecus bannoo (Phthiraptera: Ischnocera) infesting Bank Myna Acridotheres ginginianus2010 •
Año IX, Edición Especial, Octubre 2021
Metodo para gestionar preguntas del tipo calculada simple y calculada de opcion multiplePauta Geral - Estudos em Jornalismo
A Copa do Mundo no Brasil – Entretenimento versus Cidadania2015 •
Revista Gaúcha de Enfermagem
Promoção da saúde infantil na perspectiva de enfermeiros da estratégia saúde da família2019 •
2020 •
IDCases
Anaerobiospirillum succiniciproducens sepsis in an autopsy patient: A troublesome diagnostic workup2014 •
2018 •
Bulletin of the Chemical Society of Japan
Equilibria of Aluminium(III) Complexes with 3,3′-Bis[N,N′-bis(carboxymethyl)aminomethyl]-o-cresolsulfonphthalein1981 •
Biology of Blood and Marrow Transplantation
Drug-Resistant Cytomegalovirus Infections in Hematopoietic Cell Transplant Recipients: A Single Center Retrospective Study2017 •
Vietnam Journal of Diabetes and Endocrinology
Tỷ lệ hạ đường huyết tự ghi nhận và các yếu tố liên quan ở người bệnh đái tháo đường típ 2 tại Việt Nam2021 •
Tropical Journal of Pharmaceutical Research
Anticonvulsant Activity of Carissa carandas Linn. Root Extract in Experimental Mice2009 •
IOP Conference Series: Materials Science and Engineering
Sea water corrosion behavior of plasma sprayed abradable coatings2017 •
African Journal of Biotechnology
Transferability of microsatellite loci from Croton floribundus Spreng. to Croton urucurana Baill. (Euphorbiaceae)2019 •