Academia.eduAcademia.edu
Hon et al.: Martes lavigula on Borneo RAFFLES BULLETIN OF ZOOLOGY Supplement No. 33: 42–49 Date of publication: 30 May 2016 Predicted distribution of the yellow-throated marten Martes lavigula (Mammalia: Carnivora: Mustelidae) on Borneo Jason Hon1*, Andrew J. Hearn, Joanna Ross, Hiromitsu Samejima, Dave M. Augeri, John Mathai, Azlan Mohamed, Ramesh Boonratana, Gabriella Fredriksson, Susan M. Cheyne, Matt Heydon, Rustam, Raymond Alfred, Gono Semiadi, Henry Bernard, David W. Macdonald, Jerrold L. Belant, Stephanie Kramer-Schadt and Andreas Wilting Wilting et al. (2016: Table 2) list all co-authors’ afiliations. Abstract. The yellow-throated marten Martes lavigula is a wide-ranging species across much of Asia. It is active mainly during the day, is semi-arboreal and has an omnivorous diet. On Borneo, it has a wide elevation range, from coastal lowland to lower montane habitat of 1700 m a.s.l. Records from camera-trapping and other wildlife surveys imply a widespread distribution, but the species is encountered less frequently than in many other parts of its global range. We collected a total of 195 occurrence records from all political units of Borneo except South Kalimantan. To reduce possibly confounding effects of sampling bias on habitat suitability we used 56 records in a Balanced Model and 94 records in a Spatial Filtering Model. Respondents’ opinions on habitat preference showed large variation, except for lowland and upland dipterocarp forests, which were consistently perceived as highly suitable; disturbed areas such as burnt forests and bare areas were perceived to be less favourable. The habitat suitability model predicted that the yellow-throated marten is widespread within Borneo, likely to occur in mosaics of lowland and upland forests, including old plantations and active logging areas; but unlikely to use young plantations and crops, perhaps including oil palm plantations. The effects of logging on yellow-throated marten are not well understood, yet the species’s population size on Borneo will depend on how tree plantations and logging concessions are managed and harvested. More surveys above about 1200 m a.s.l., where information is still limited, would enable more conident habitat assessments. Further research could determine if the Bornean subspecies, M. f. saba, could be a cryptic species. Key words. Borneo Carnivore Symposium, Brunei, conservation priorities, habitat suitability index, Indonesia, Malaysia, species distribution modelling, survey gaps Abstrak (Bahasa Indonesia). Musang Leher-Kuning Martes lavigula merupakan jenis yang tersebar luas, meliputi hampir semua benua Asia. Umumnya aktif di siang hari, semi-arboreal dengan sifat makan omnivorous. Di Borneo, kisaran ketinggian wilayah sebarannya sangat lebar, dari mulai pesisir dataran rendah hingga pegunungan dataran rendah pada ketinggian 1700 m dpl. Dari tingkat terekamnya lewat perangkap kamera dan survey lapang menunjukkan persebaran yang luas, namun cenderung terpantau dalam frekuensi yang rendah. Kami telah mengumpulkan 195 catatan keberadaan dari semua wilayah, terkecuali Kalimantan Selatan. Untuk menurunkan kesan pembauran akibat persampelan bias, 56 catatan dari Model Penyeimbang dan 94 catatan dari Model Spasial Tersaring digunakan dalam pemodelan kesesuaian habitat. Pendapat responden terhadap pemilihan habitat menunjukkan variasi yang lebar, terkecuali untuk wilayah hutan dipterocarpa dataran rendah dan tinggi, di mana secara konsisten mendapatkan penilaian yang tinggi; serta wilayah terganggu seperti hutan bekas terbakar dan area terbuka sebagai wilayah yang kurang diminati. Hasil pemodelan kesesuaian habitat kami memperkirakan bahwa persebaran Musang Leher-Kuning tersebar di seluruh Borneo, terlebih pada pilahan hutan di daerah dataran rendah dan tinggi, termasuk daerah dengan tumbuhan tua dan penebangan aktif; namun tidak begitu banyak dijumpai di wilayah dengan tumbuhan muda atau perkebunan, termasuk perkebunan sawit. Pengaruh dari penebangan hutan terhadap keberadaan Musang Leher-Kuning masih belum dipahami dengan baik di Borneo, keberadaanya tergantung dari bagaimana wilayah perkebunan dan kehutanan dikelola dan dipanen. Survey lebih lanjut dibutuhkan pada ketinggian diatas 1200 m dpl, dimana informasi masih jarang, sehingga pemodelan kesesuaian habitat dapat dilakukan dengan lebih meyakinkan. Kami juga mengidentiikasi perlunya penelitian lebih lanjut untuk menetapkan apakah anak jenis M. f. saba, dimana terekamnya lewat perangkap kamera lebih jarang dibandingkan dengan kisaran global, merupakan jenis yang kriptik. Abstrak (Bahasa Malaysia). Mengkira/Musang Leher-Kuning, Martes lavigula merupakan spesis yang tersebar luas yang boleh dijumpai di kebanyakan kawasan di benua Asia. Ia aktif pada waktu siang, separa arboreal dan bersifat omnivor. Di Borneo, ia boleh ditemui di pelbagai ketinggian, bermula dari hutan tanah pamah sehingga hutan tanah tinggi, pada paras ketinggian 1700 m dari aras laut. Kekerapan rekod yang diperoleh daripada perangkap kamera dan tinjauan lapangan menunjukkan ia mempunyai taburan yang meluas di Borneo, namun ditemui dalam frekuensi yang jauh lebih rendah berbanding kebanyakan kawasan lain di dunia. Kami telah mengumpulkan 195 rekod dari kesemua daerah politik di Borneo kecuali Kalimantan Selatan. Untuk mengurangkan kemungkinan kesan pembauran (confounding effects) akibat daripada persampelan yang tidak seragam terhadap kesesuaian habitat, kami menggunakan 56 rekod di dalam pendekatan Model Seimbang dan 94 rekod di dalam pendekatan model yang ditapis secara spasial. Pandangan daripada responden tentang kecenderungan pemilihan habitat menunjukkan variasi yang 42